Selasa, 09 Februari 2010

Bambang Trim: Buku Kontroversi Tetap Jadi Primadona


Dalam jagad perbukuan dan penerbitan, nama Bambang Trim mungkin sudah tidak asing lagi. Bambang memang kenyang dengan pengalaman penulisan buku, editing, dan mengelola penerbitan. Dari tangan dingin Bambang pula, lahir racikan buku-buku bestseller terbitan MQS Publishing, seperti Aa Gym Apa Adanya, Setengah Kosong Setengah Isi, dan belakangan The True Power of Watter, yang telah terjual lebih dari 50.000 eksemplar dalam waktu kurang dari setahun.
“Dari awal menjadi pemimpin di penerbitan MQ saya sudah menetapkan visi dan misi yang menjadi mimpi saya di dunia buku,” ungkap Bambang. “Saya ingin membuktikan betapa penerbitan berbasis spiritual juga bisa tampil profesional dan menerapkan prinsip-prinsip yang benar tentang penerbitan buku,” jelasnya lagi. Tak heran bila dalam kendalinya, MQS Publishing kini tumbuh menjadi salah satu penerbitan baru yang cukup diperhitungkan kiprahnya.
Selain sebagai editor karier, Bambang Trim juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Tulisannya tersebar di berbagai media massa, seperti Mitra Desa, Hikmah, Hoplaa, Republika, Pikiran Rakyat, Kompas Matabaca, Medan Bisnis,dan Galamedia. Buku yang ditulisnya tak kurang dari 50 judul buku untuk berbagai penerbit. Ia pernah meraih Juara I Lomba Penulisan Buku Cerita Keagamaan Depag RI pada 2002, jadi Juara I Lomba Penulisan Artikel Perbukuan 50 Tahun IKAPI, dan banyak lagi prestasi lainnya.
Selain itu, Bambang juga aktif dalam menggerakkan dunia penulisan dan perbukuan. Ia sering mengadakan pelatihan-pelatihan penulisan, editing, dan penerbitan. Bambang punya visi yang maju perihal bidang yang ia geluti saat ini. Sebagai bukti atas visi dan komitmennya untuk memajukan dunia perbukuan dan penerbitan di Tanah Air, dalam waktu dekat ini, ia menggagas berdirinya Forum Editor Indonesia (FEI). Rencananya, FEI akan dideklarasikan di Bandung pada 18 November 2006 nanti. Inilah wadah pertama—dan mungkin satu-satunya—yang akan berperan aktif dalam merangsang dan memajukan peran para editor di Indonesia.
Berikut petikan perbincangan Edy Zaqeus dari Pembelajar.com dengan Bambang Trim, tentang kisah suksesnya mengelola MQS Publishing, serta pandangannya terhadap situasi perbukuan akhir-akhir ini:
Bagaimana sejarah berdirinya MQ Publishing (MQP)?
MQ Publishing awalnya didirkan pada 2003 yang kemudian dimerger dengan PT Mutiara Qolbun Saliim yang sebelumnya bergerak dalam bidang distribusi, pada 6 Agustus 2003. Jadilah kemudian nama yang digunakan adalah PT MQS Publishing. Nah, MQ Publishing kemudian menjadi salah satu lini penerbitan PT MQS. Core business PT MQS kemudian diubah menjadi book publishing.
Jelaskan, jenis buku-buku apa saja yang awalnya dibidik oleh MQSP? 
Awalnya MQS menerbitkan buku dengan basis manajemen qolbu. Terbanyak adalah buku-buku pengembangan diri serta Islam yang ringan seperti halnya konsep dakwah KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym). Soalnya penerbit ini memang dibangun dari komunitas Pesantren Daarut Tauhiid dan awalnya berada dalam naungan MQ Corporation milik Aa Gym.
Apakah dalam perjalanan berikutnya ada pengembangan-pengembangan segmentasi dan jenis buku yang diterbitkan? 
Dalam perjalanannya MQS memang mengembangkan beberapa imprint atau lini penerbitan, seperti Khansa untuk buku remaja dan kewanitaan, MQ Kecil untuk buku anak, Khas MQ untuk buku-buku bertema manajemen qolbu dari civitas Daarut Tauhiid, serta KOLBU untuk buku keterampilan dan wacana baca-tulis. Sesuai dengan blue print business plan-nya, MQS memang menargetkan punya varian produk yang lengkap hingga 2010, termasuk menggagas buku pendukung pelajaran, buku referensi, serta Quran.
Dalam sebulan, berapa banyak naskah yang masuk ke MQSP? 
Naskah yang masuk ke MQS setiap bulannya rata-rata 10-20 naskah. Umumnya MQS sudah memprogramkan naskah (solicited) sehingga naskah yang masuk dalam arti kiriman insidental (unsolicited) memang bukan prioritas utama.
Apa kriteria-kriteria dasar naskah yang bisa diterbitkan di MQSP? 
Kriteria umum tentu yang tidak bertentangan dengan asas keislaman, gagasan orisinal dan menarik atau bentuk lain gagasan yang lebih inovatif, ditulis dengan bahasa yang gamblang atau mudah untuk dicerna serta dinalar, dan terutamamarketable.
MQSP berhasil meluncurkan buku-buku yang laris di pasaran, seperti “Aa Gym Apa Adanya”, “Setengah Kosong Setengah Isi”, dan terakhir buku “The True Power of Water”. Apa trik dan strateginya? 
Buku-buku laris itu bisa lahir dari intuisi, bukan selalu mengikuti tren yang ada. Pendekatan spiritual memang bisa digunakan dalam kancah bisnis penerbitan seperti ini. MQS selalu melihat potensi dua hal terkait dengan naskah: pertama, potensi gagasannya; dan kedua, potensi penulisnya. Dua hal ini coba disatukan, lalu didiskusikan bagaimana potensinya bisa dioptimalkan sehingga menjadi buku yang powerful. Trik utama adalah selalu membuat perbedaan (diferensiasi), membawa isu menjadi gebyar, dan menggunakan kemampuanpublic speaking dari penulis atau orang yang ‘dipinjam’ untuk itu guna menyentuh hati para calon pembaca.
Contoh: Buku Aa Gym Apa Adanya adalah buku autobiografi yang disusun dengan ide buku autobiografi Muhammad Ali. Konsep dakwah Aa yang relatif sederhana dan mengena sangat cocok diterapkan dalam bentuk autobiografi per episode mirip penulisan feature singkat. Lalu, buku ini dipilihkan judul Aa Gym Apa Adanya yang menunjukkan kebersahajaan serta anak judul Sebuah Qolbugrafi sebagai eye catcher. Alhasil, buku ini pun muncul sebagai autobiografi yang lain daripada yang lain serta ditunggu orang yang ingin tahu riwayat da’i fenomenal ini.
Kami menerapkan konsep 4 C untuk suksesnya sebuah buku, yaitu Content, Context, Creativity, dan Community.
MQSP tampaknya sangat diuntungkan oleh popularitas Aa Gym. Benarkah demikian? 
MQS adalah perusahaan penerbitan yang didirikan oleh Aa Gym. Popularitas Aa Gym secara langsung maupun tidak langsung pasti berimbas pada larisnya penerbitan MQS. Namun, yang sebenarnya dilakukan adalah optimalisasi potensi Aa Gym dalam dakwah oleh MQS. Dalam hal ini MQS pun tidak sepenuhnya menggantungkan penerbitan pada figur Aa Gym sehingga tetap dicari terobosan-terobosan baru.
Belakangan MQSP juga mengeluarkan buku-buku dengan kemasan yang lebih eksklusif. Apa sasarannya? 
Sasarannya tentu kelas menengah Indonesia yang lebih smart dan perlu context(kemasan) yang meyakinkan. MQS tentu ingin memberikan kontribusi pengetahuan kepada kelas menengah Indonesia. Di samping itu, MQS juga punya komitmen membangun brand image sebagai penerbit profesional yang patut diperhitungkan.
MQSP juga rajin mengeluarkan buku-buku co-writing antara Aa Gym dengan beragam tokoh. Apa maksud strategi ini? 
Kalau satu sudah powerful ditambah satu tentu semakin berdaya. Aa Gym tokoh yang sampai saat ini bisa diterima oleh berbagai kalangan dan multitalent. Sebagai salah satu program optimalisasi potensi Aa Gym maka kami pun mencoba menggabungkan ketokohan Aa Gym dengan tokoh lainnya. Yang sudah berjalan yaitu Aa Gym dan Hermawan Kartajaya serta Aa Gym dan Andrew Ho.
Menurut pendapat Anda, siapa saja yang paling berperan dalam suksesnya sebuah penerbitan? 
Penerbitan merupakan perusahaan yang unik karena di dalamnya banyak profesi yang terlibat. Untuk bahan baku naskah berkualitas saja dibutuhkan kerja serius dari profesi penulis/pengarang. Jadi, sukses sebuah buku adalah keberhasilan sebuah tim, yang intinya adalah para penulis, editor,layouter/desainer, serta marketer. Kekompakan komponen profesional ini akan meniscayakan sukses sebuah buku.
Seperti apa sih idealnya peran seorang editor dalam sebuah penerbitan? 
Editor semestinya profesi yang serbabisa dalam sebuah penerbit. Ia semestinya punya kemampuan sebagai problem solver, decision maker, public speaker,serta effective people. Di tangannya perencanaan sukses sebuah buku seharusnya terpetakan. Karena itu, peran editor sangat esensial dalam sebuah penerbitan. Sayangnya peran ini belum terdefinisikan jelas karena minimnya pengetahuan publishing science maupun editologi di lingkungan penerbit sendiri.
Bagaimana Anda memandang tren dunia perbukuan dewasa ini? 
Tren atau kecenderungan perbukuan di Indonesia sangat dinamis dan cepat berganti. Setelah muncul sastra Islami, kemudian muncul tren teenlit danchicklitlalu entah apa lagi. Namun, yang pasti buku kontroversi tetap jadi primadona di Indonesia, seperti terjemahan The Da Vinci Code ataupun buku karya Habibie. Bahkan, MQS pun sempat mencoba kontroversi air lewat The True Power of Water yang telah terjual 50.000 eksemplar lebih dalam waktu kurang dari setahun.
Bagiamana pandangan Anda terhadap munculnya banyak sekaliself/independent publishing?Self-publishing di Amerika adalah tradisi yang mencerminkan kemajuan intelektual masyarakatnya. Kalau di Indonesia muncul tren self-publishing tentu itu hal yang baik asal diimbangi dengan pengetahuan yang memadai tentang book publishing—jadi tidak hanya semangat ingin menerbitkan. Semakin banyak penerbit berbiak tentu masyarakat semakin terjamin mendapatkan varian bacaan. Akan tetapi, tantangannya kerapkali self-publisher di Indonesia tidak paham betul proses sesungguhnya penerbitan buku sehingga persoalan kualitas menjadi abai. Lebih parah lagi kalau penerbitannya mulai menabrak-nabrak pakem copyright. Jadi, terkadang berdirinya self-publishing bukan menjadi berkah, melainkan menjadi mudharat yang merugikan banyak pihak.
Apakah kemunculan mereka bisa menjadi ancaman bagi penerbit-penerbit mapan? Self-publisher boleh jadi lebih sukses dari perusahaan penerbit yang lebih besar. Kalau sukses, tentu lambat laun self-publisher juga akan menjadi perusahaan. Persaingan adalah hal yang tidak bisa dihindari. Namun, melihat pembinaan yang kurang terhadap self-publisher ini, kemunculan mereka belumlah menjadi ancaman yang berarti. Kecuali para self-publisher membuat semacam asosiasi seperti IKAPI, lalu serius melakukan pembinaan SDM dan profesionalitas penerbitannya. Saya yakin para self-publisher juga bisa menggoyang eksistensi penerbit mapan.
Dari segi dampak terhadap perkembangan industri perbukuan? Industri perbukuan, dengan kehadiran self-publisher, tentu akan semakin bergairah. Namun, jika tidak terkontrol dalam soal kualitas, masyarakat pembaca bisa protes dan ini merugikan penerbit secara keseluruhan. Indonesia tampaknya memang sudah perlu memiliki Menteri Perbukuan Nasional untuk menangani produksi buku bagi 200 juta lebih umat Indonesia ini, he.. he.. he…(ez)

SELAMAT DATANG ERA BUKU BLOG!


Baru-baru ini saya “dipaksa” untuk membuat sebuah weblog (selanjutnya disingkat blog saja). Gara-garanya, pada awal November 2007 ini saya harus mengisi dua sesi workshop Sekolah Penulis Pembelajar (SPP) yang bertema “Membuat Blog Menjadi Buku”. Bagian yang akan saya presentasikan sebenarnya soal kiat-kiat mengubah isi blog menjadi naskah buku. Satu lagi adalah soal bagaimana para blogger bisa menembus penerbit.

Sebenarnya, urusan mengkreasikan segala jenis materi tulisan menjadi naskah buku, itu bukan barang baru bagi saya. Termasuk soal kiat-kiat supaya naskah kita mudah tembus ke penerbit umumnya. Tetapi kalau soal nge-blog, nah…. ini “mahluk aneh” yang harus saya “gauli” seakrab dan seintim mungkin, dalam beberapa hari ini dan ke depannya. Masak mau bicara blog kok tidak punyablog, tak mungkin, kan?
Ternyata, membuat blog itu mudah. Semudah yang pernah diceritakan oleh teman-teman saya yang sudah lebih dulu nge-blog. Dalam hitungan menit, saya sudah punya blog yang bernama “Ezonwriting” (Edy Zaqeus on Writing) dan beralamat di http://ezonwriting.wordpress.com. Bingung mau diisi apa, akhirnya saya ambil jalan pintas, yaitu membongkar semua artikel kepenulisan saya di Pembelajar.com.
Alhasil, dalam dua hari saja blog saya sudah penuh dengan tulisan-tulisan saya, yang terbaru maupun yang saya tulis 2-3 tahun sebelumnya. Dan, dalam kurun waktu kurang dari lima hari, blog saya ini sudah ikutan nampang kalau nama “Edy Zaqeus” di-search di Google. Promosi via milis serta pencantuman dalam profil singkat di setiap artikel saya tampaknya telah memberikan hasil.
Bagi pembaca yang jeli mengamati tulisan-tulisan saya itu, pasti akan tahu bahwa sebagian di antara artikel-artikel tersebut merupakan cikal bakal buku laris saya yang berjudul Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller (Gradien, 2005), yang saat ini tengah dalam proses revisi untuk cetakan ke-3. Sementara, tulisan-tulisan terbaru lainnya sedang saya pertimbangkan untuk masuk sebagai materi pengaya edisi revisi buku tersebut.
Sebenarnya, yang ingin saya garis bawahi adalah soal potensi blog sebagai wadah untuk memublikasikan sekaligus menabung tulisan. Untuk publikasi tulisan,blog membebaskan si pemilik untuk mengisinya dengan model tulisan apa pun. Mau diisi jurnal, artikel, kritik atau komentar, kliping, foto, atau segala jenis tulisan dan ekspresi, semua boleh-boleh saja.
Karena sifatnya yang bebas inilah, maka blog terbukti berhasil merangsang parablogger (sebutan untuk orang yang aktif nge-blog) untuk lebih eksploratif dalam mengekspresikan segala gagasan, aspirasi, pengalaman, maupun kreativitasnya. Karena sifat ini pula, blog menjadi media komunikasi yang berpotensi lebih maju beberapa langkah dibanding media konvensional lainnya. Tak mustahil bila suatu saat nanti, blog berkualitas akan jadi alternatif pembanding bagi analisis dan pemberitaan media massa.
Cobalah kunjungi blog para blogger kenamaan di negeri ini, seperti blog-nya Priyadi Iman Nurcahyo, Enda Nasution, atau Fatih Syuhud. Anda akan temukan beberapa posting tulisan atau catatan yang cukup berisi, reflektif, peka terhadap fenomena terkini, kritis, dan—dalam derajat tertentu—berfungsi sebagai kontrol sosial layaknya peran media konvensional. Sementara, jika Anda kunjungi sejumlah link di blog mereka, Anda pun akan temukan dengan mudah sejumlahblog dengan karakter dan kualitas isi yang tidak jauh berbeda.
Menurut Kompas (30 Oktober 2007), jumlah blogger di Indonesia mencapai 130.000-an. Untuk ukuran masyarakat Indonesia yang dianggap agak tertinggal dalam hal akses internet, ini jelas jumlah yang sangat besar. Nah, dari jumlahbloger tersebut, saya berani saja asal tebak, minimal ada 10 persen alias 13.000blog berkualitas yang ditekuni oleh para blogger. Bayangkan, betapa besarnya potensi dari jumlah 13.000 blog tersebut.
Sayang, dari hasil pengamatan saya, tampaknya masih banyak (mungkin mayoritas) blogger yang belum menyadari potensi blog mereka. Sebagai media berekspresi, berkreasi, berkolaborasi, serta menyampaikan gagasan maupun refleksi melalui tulisan, blog sudah diakui kekuatan dan efektivitasnya. Tapi,blog yang sudah jadi, atau blog yang saat dibuat sengaja diproyeksikan menjadi buku, mungkin tak banyak jumlahnya.
Saya lihat, kategori blog gaul dan menghibur—yang digarap oleh anak-anak muda—tampak bergerak lebih maju dalam memanfaatkan potensi dan peluang. Lihat saja contoh-contoh sukses blog yang dibukukan, seperti “trilogi” bukublog Raditya Dika berjudul KambingJantan, Cinta Brontosaurus, dan Radikus Makankakus (Gagas Media). Lihat pula buku blog Dewi berjudul Blog Tristania-Angina (Gradien), buku blog Albertina S. Calemens berjudul Blog Tinneke Carmen (Gradien), atau yang terbaru dan kabarnya lagi hot di pasaran adalah buku blog Yenny Lesly berjudul Gokilmom (Gradien).
Blog gaul yang menghibur memang sangat dekat dengan—bahkan mungkin sudah menjadi roh baru—budaya pop saat ini. Kondisi itu pula yang tampaknya membuat blog jenis ini mudah masuk ke industri buku nasional. Selain daripada itu, pembukuan blog gaul nan menghibur ini juga merupakan hasil kreativitas para editor berpengalaman. Mereka berani menciptakan tren baru di dunia perbukuan nasional.
Kalau kita berselancar mengunjungi dunia blog Indonesia, maka selain blogjurnal anak-anak muda yang kreatif dan menghibur itu, kita juga bisa temukan beragam blog hobi, blog fotografi, blog wisata, blog puisi dan sastra, blogresensi buku, blog tulisan opini atau artikel, blog komunitas, sampai blog opini politik, blog bisnis dan kewirausahaan, serta blog marketing. Pertanyaannya, dari sekian banyak blog dan beragam spesifikasinya, mengapa hanya beberapa gelintir blog saja yang bisa dibukukan?
Besar dugaan saya, pertama, kebanyakan blog memang tidak diniatkan untuk jadi buku. Kedua, karena tidak diniatkan jadi buku, maka penggarapan, pengisian, dan penataannya pun biasanya jauh dari kerangka sebuah buku.Ketiga, mayoritas blog memang masih difungsikan sebagai ajang curhat ringan atau berbagi pengalaman sehari-hari. Keempat, memang tidak banyak blog—yang dari segi kedalaman, kelengkapan data, dan ketajaman analisis—memenuhi syarat untuk dibukukan.
Bagi saya, sebenarnya fungsi weblog hampir sama dengan website biasa, semacam Pembelajar.com yang saya gawangi bersama Andrias Harefa. ApabilaPembelajar.com sebagai ajang publikasi tulisan akhirnya bisa melahirkan banyak penulis baru, saya pikir blog pun punya potensi yang sama. Bedanya,Pembelajar.com hanya bisa menampilkan tulisan dalam jumlah yang terbatas (sesuai space yang tersedia). Website sejenis ini juga tidak banyak jumlahnya. Sementara, blog jumlahnya ribuan kali lipat, dan bisa dibuat oleh siapa saja dan dengan space yang berlimpah ruah.
Jadi, dari ladang blog yang berlimpah ruah ini pula, seharusnya bisa lahir ribuan, bahkan puluhan ribu penulis maupun judul buku baru. Akankah ini menjadi kenyataan di negeri ini? Saya kok optimis, bahwa era “penguasaan” buku blogakan segera datang. Dan sekali lagi, era ini akan memenangkan Indonesia—dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya—dalam hal pertumbuhan penulis, buku, dan penerbitan.
Nah, Anda mau ambil bagian?[ez]
* Edy Zaqeus adalah penulis buku-buku best-seller, konsultan penulisan & penerbitan, editor Pembelajar.com, dan trainer di Sekolah Penulis Pembelajar (SPP). Ia juga mendirikan Bornrich Publishing dan Fivestar Publishing yang berhasil menerbitkan sejumlah buku best-seller. Nantikan workshops Edy Zaqeus tentang “Membuat Blog Menjadi Buku”, “Cara Gampang Menerbitkan Buku Sendiri”, dan “Cara Gampang Menulis Buku Best-Seller” pada November-Desember 2007 ini (Info selengkapnya, hubungi SPP di 021-7828044). Kunjungi blog Edy di: http://ezonwriting.wordpress.com atau email: edzaqeus@gmail.com.

7 MANFAAT BLOG BAGI PENULIS


Seri Artikel Blogging & Publishing

Belakangan ini, saya lumayan gencar mendorong sahabat-sahabat penulis maupun siapa saja yang sedang belajar mengembangkan kemampuan menulis untuk membuat weblog atau blog. Saking bersemangatnya, sampai ada rekan yang berseloroh, “Wah, bikin blog-nya aja belum genap sebulan. Tapi, cara ngomporinnya udah semangat 45!” Diledek begini saya langsung ngeles(berkilah), “Lho, nge-blog-nya di Ezonwriting.wordpress.com boleh baru. Tapi, nulis di media media online kan udah dari dulu?” Dan, rekan ini cuma bilang, “Ya, whatever-lah…!”


Kali ini, saya ingin menekankan kembali betapa media blog ini punya banyak manfaat bagi penulis, atau siapa saja yang sedang belajar menulis. Bagi saya,blog sebenarnya punya karakteristik yang hampir sama dengan website biasa seperti Pembelajar.com atau beragam website lainnya. Bedanya hanya sedikit, yaitu pada kemudahan pembuatannya, pengelolaannya, template yang tersedia, serta sifat gratisan namun dengan menu-menu pendukung yang berlimpah.
Saya tidak akan bahas hal teknis soal beda website biasa dengan blog di sini karena memang bukan kompetensi saya. Yang ingin saya garis bawahi adalah bahwa siapa pun sekarang bisa memiliki blog dengan tampilan profesional (layaknya website biasa yang cantik) secara gratis dan mudah. Nah, blog ini ibarat rumah kita di dunia maya yang bisa didandani dan dimodifikasi sedemikian rupa, serta dimanfaatkan sesuai kebutuhan kita. Dalam konteks tulisan ini, kita akan ulas manfaat blog dari segi kepenulisan.

Baik, dari pengamatan saya, ada sejumlah manfaat blog bagi penulis atau siapa pun yang sedang mengembangkan kemampuan menulisnya. Berikut di antaranya.

Pertamablog menjadi sarana publikasi tulisan yang termudah sekaligus strategis. Kita sudah pada tahu, salah satu masalah utama yang dialami kebanyakan penulis—terlebih lagi penulis pemula—adalah soal wadah publikasi. Media massa umum seperti koran, tabloid, majalah, jurnal, sering kali terbatas ruangnya dan mematok standar kualitas tulisan tertentu. Setiap hari, ribuan tulisan masuk ke meja redaksi berbagai media massa, tapi hanya sedikit saja yang bisa dimuat.

Nah, selain sejumlah website yang menerima kontribusi tulisan dari luar, blogbisa jadi solusi bagi tulisan-tulisan yang tidak tertampung itu. Manakala tulisan ditampilkan di blog, aslinya tulisan itu sudah punya “nyawa” dan mendatangkan pengaruh. Hanya tulisan yang dipublikasikan saja yang punya nyawa dan pengaruh kepada pembacanya. Blog bisa menjadi alat untuk menghidupkan tulisan kita.

Lalu, apa strategisnya memublikasikan tulisan di blog? Nilai strategisnya sedikit berbeda dengan media offline macam surat kabar. Tulisan yang dimuat di surat kabar belum tentu bisa diakses melalui internet, kalau surat kabar tersebut tidakonline. Tulisan di blog jelas online, dan pada tingkatan tertentu, tulisan tersebut mudah diakses melalui search engine. Jejak di search engine inilah yang punya nilai startegis.

Kedua, tulisan di blog mudah sekali dikomentari dan feedback ini banyak manfaatnya. Asal menu komentar tidak ditutup, maka siapa pun yang membaca tulisan kita bisa berkomentar apa saja di sana. Memang, untuk blog yang aktif serta sering dikunjungi, komentar mudah sekali didapat dan jumlahnya bisa banyak sekali. Sementara, blog yang kurang aktif, jarang ditaut (di-link), dan jarang dikunjungi biasanya juga tidak banyak komentarnya.

Banyak orang belum sepenuhnya aware dengan peran komentar atau feedbacktulisan ini. Bagi penulis, komentar atas tulisan sungguh merupakan alat uji bagi tulisan itu sendiri. Positif atau negatif komentarnya, itu semua bisa menjadi bahan perbaikan tulisan atau bagian dari proses pembelajaran penulisnya. Bahkan, banyak sekali ide-ide baru yang bisa dielaborasi dan dieksplorasi dari lalu lintas komentar tersebut.

Ketigablog bisa menjadi alat penumbuh kebiasaan dan keteraturan menulis. Bagaimanapun, setelah punya blog biasanya kita akan terdorong untuk terus mengisinya dengan berbagai bentuk tulisan. Terlebih bila tulisan-tulisan kita mendapatkan sambutan atau aneka komentar dari para pengunjung. Ini akan memotivasi kita untuk rajin mem-posting tulisan. Bagi mereka yang sedang belajar menulis, komentar atau tanggapan blogger (penulis blog) lain ini akan sangat besar artinya.

Khusus untuk para blogger yang sudah memiliki jaringan luas serta setiap tulisannnya dinantikan, pastilah ada semacam dorongan untuk terus mengisiblog-nya. Tulisan-tulisan terbaru para blogger yang sudah cukup bergaung namanya atau terkenal biasanya juga selalu dinantikan. Bila mereka mulai mengendor atau jarang meng-update blog, pasti ada keluhan dari para pengunjung setia. Jika ini keterusan, pengunjung bisa menurun dan akan kurang menguntungkan si blogger.

Keempat, menulis di blog secara rutin juga berdampak pada kemampuan kita dalam menuangkan gagasan. Makin sering menulis di blog, rasanya akan semakin mudah pula mengeluarkan ide-ide dalam bentuk tulisan. Ini sama persis dengan kegiatan menulis diari sehari-hari. Semakin sering kita mengisi diari, semakin mudah dan lancar pula kita menulis.

Kelimablog bisa menjadi ajang ekspresi yang bebas hambatan sama sekali. Ini memungkinkan tulisan-tulisan yang dalam kacamata umum mungkin dianggap kurang pantas, terlalu absurd, atau melanggar aturan-aturan tertentu, di blogmalah mendapatkan saluran seluas-luasnya. Blog bisa menjadi saluran gagasan-gagasan alternatif, bahkan yang paling ekstrim sekalipun. Ini yang tidak mungkin diwadahi oleh media konvensional.

Sifat blog yang bisa diisi oleh siapa pun, dengan jenis tulisan apa pun, serta dengan segala tingkatan kemampuan menulis, membuatnya menjadi ajang ekspresi intelektual yang sangat konstruktif. Sumirnya batas-batas tersebut (karena penulis sendirilah yang menetapkan batasannya) bisa merangsangblogger menuliskan apa saja serta menambahkan keberanian dalam berekspresi. Nah, sisi keberanian berekspresi inilah yang bisa mendongkrak kemampuan menulis seseorang.

Keenamblog adalah tempat kita untuk menabung tulisan. Satu demi satu kita isiblog dengan beragam tulisan, maka lama kelamaan blog kita akan penuh juga. Bagus sekali bila mayoritas tulisan yang kita tampilkan di blog adalah karya sendiri. Terlebih bila blog memang kita jadikan sebagai sarana untuk berlatih menulis dan menampung tulisan-tulisan karya sendiri.

Pada saatnya nanti, tulisan-tulisan di blog bisa kita oleh menjadi karya lainnya, buku misalnya. Kalau tulisan sudah terkumpul dan temanya memiliki benang merah tertentu, serta dari sisi kualitas memang memenuhi syarat untuk dibukukan, mengapa tidak dibukukan? Potensi inilah yang tampaknya belum banyak dilirik oleh para blogger. Saya termasuk yang sedang mendorong-dorong para blogger supaya ngeh dengan potensi blog untuk dibukukan.

Ketujuhblog bisa berfungsi sebagai media personal brandingBlog bisa menjadi ajang unjuk ide, pikiran, karya, tulisan, serta pencitraan. Lima tahun yang lalu mungkin Anda tidak mengenal siapa itu Enda Nasution, Priyadi, Fatih Syuhud, Jennie S. Bev, dan para blogger kenamaan saat ini. Kalaupun sudah mengenalnya, mungkin hanya sayup-sayup belaka. Tapi, berkat kiprah mereka di dunia maya melalui blog, mereka kini dikenal menjadi orang-orang beken di dunia blog Tanah Air. Itu artinya, mereka berhasil membangun merek diri melalui blog. Tinggal pemanfaatan ekuitas mereknya saja akan seperti apa nantinya.

Blog bisa membuat seorang penulis yang “bukan siapa-siapa” menjadi penulis yang bisa “dikenal oleh siapa saja”. Interkoneksi antara blog dengan mesin pencari dan kebutuhan akan data oleh pengguna internet, ternyata telah menciptakan situasi kesalingterhubungan alias saling kenal. Terpaut dengan segala aktivitas maya lainnya, maka situasi itulah yang akhirnya bisa memupukbrand seseorang.

Nah, berangkat dari tujuh keuntungan atau manfaat tersebut, saya kembali mengajak Anda para penulis maupun siapa saja yang sedang belajar menulis, ayo buat blog penulisan. Wadah publikasi tulisan sudah bukan barang langka dan sakral lagi. Semua orang bisa nge-blog dan menjadi “sesuatu” yang berarti karena aktivitas tersebut. Ok, sampai ketemu di dunia blog dan temukan semakin banyak manfaat di sana.[ez]
* Edy Zaqeus adalah penulis buku-buku best-seller, konsultan penulisan & penerbitan, editor Pembelajar.com, dan trainer di Sekolah Penulis Pembelajar (SPP). Ia juga mendirikan Bornrich Publishing dan Fivestar Publishing yang berhasil menerbitkan sejumlah buku best-seller. Nantikan workshops Edy Zaqeus tentang “Membuat Blog Menjadi Buku”, “Cara Gampang Menerbitkan Buku Sendiri”, dan “Cara Gampang Menulis Buku Best-Seller” pada November-Desember 2007 ini (Info selengkapnya, hubungi SPP di 021-7828044). Kunjungi blog Edy di: http://ezonwriting.wordpress.com atau email: edzaqeus@gmail.com.

SEBELAS FAKTA PENTING BUKU BESTSELLER


Jika tidak ada aral melintang, maka pertengahan Desember 2007 ini saya akan meluncurkan cetakan ketiga atau edisi revisi buku saya yang berjudul Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller (RCMBB). Banyak informasi terbaru saya tambahkan dalam buku yang terbit perdana tahun 2005 tersebut. Tak kurang dari 11 bab baru saya masukkan (semula hanya 17 bab kini menjadi 28 bab) untuk menambah bobot buku ini. Saya memang memaksudkan RCMBB edisi revisi ini sebagai sebuah ‘masterpiece’, hasil metamorfosis dari fast book yang begitu sederhana.

Sementara, untuk ‘aksesoris’—yang ini juga tidak kalah penting—sekitar 39 testimoni saya lampirkan di halaman depan. Mayoritas testimoni ini datang dari para pembaca buku RCMBB edisi perdana yang kemudian berhasil menulis buku pertamanya. Atau, testimoni juga datang dari para penulis yang terinspirasi untuk semakin produktif menulis gara-gara buku tersebut.
Nah, dua tahun berlalu sejak pertama kali buku ini terbit, rasanya tambah banyak pula informasi dari perkembangan dunia perbukuan nasional yang perlu dicermati. Salah satu tema yang tetap saja menyedot perhatian saya adalah soal misteri mengapa sebuah buku bisa meledak di pasaran atau menjadi bestseller. Masalah inilah yang coba saya kupas tuntas dalam buku RCMBB edisi revisi tersebut.
Dalam tulisan ini, saya akan coba simpulkan temuan-temuan saya selama ini perihal mengapa dan bagaimana sebuah buku bisa jadi bestseller. Berikut pemaparannya.
Pertama, tema buku yang unik, baru, dan menarik, biasanya punya kans untuk jadi bestseller. Apakah semua tema yang semacam itu selalu jadibestseller? Tidak juga. Tapi, tema-tema buku dengan keunggulan seperti saya sebut tadi, biasanya selalu jadi langganan bestseller. Ambil contoh buku True Power of Water karya Masaru Emoto yang benar-benar menyuguhkan sebuah fenomena baru yang menarik. Karena isi bukunya memang cukup unik, sangat menarik, dan baru—atau paling tidak semakin meneguhkan fenomena lama berdasarkan bukti-bukti baru—maka larislah buku terjemahan tersebut.
Untuk kasus nasional, tengok sukses buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu. Mungkin kita sudah sering mendengar istilah-istilah kuantum (quantum) yang digandengkan dengan berbagai konsep lainnya, sepertiquantum leadershipquantum writing, atau quantum learning, dll. Tapi, begitu muncul lagi istilah baru dan unik, quantum ikhlas, orang tertarik pula. Terlebih karena isi bukunya juga menarik dan relatif menyajikan alternatif baru.
Kedua, tema-tema yang sejatinya tergolong lama ternyata bisa meledak lagi jika dikemas ulang secara lebih cerdas. Contoh, apalagi kalau bukan buku terjemahan The Secret: Mukjizat Berpikir Positif. Rhonda Byrne, si penulisnya, pun mengakui hal ‘ketidakbaruan’ isi bukunya itu. Kombinasi antara kecerdasan pengemasan ulang serta dampak publikasi medialah yang mendukung kesuksesan buku tersebut.
Untuk kasus nasional, lihat sukses Jakarta Undercover karya Moamar Emka. Mungkin Anda pernah baca buku Remang-Remang Jakarta yang terbit tahun 1980-an. Temanya sama, tapi kemasan, kasus, serta cara penulisannya yang agak berbeda sehingga mendatangkan hasil yang berbeda pula.
Ketiga, kemasan bernuansa religius bisa menjadi magnet tersendiri. Lihat saja, sebelumnya buku-buku pengembangan diri dan cara berpikir positif didominasi oleh penulis-penulis Barat yang identik dengan nonmuslim. Begitu muncul buku pengembangan diri terjemahan bernuansa islami semacam La-Tahzan Jangan Bersedih karya Aidh Al Qarni, maka meledaklah buku tersebut.
Mirip dengan itu, lihat saja tema emotional and spiritual quotient. Ini bukan barang baru di Barat sana. Namun, ketika di sini dikemas dalam nilai-nilai islami, lahirlah buku ESQ dan ESQ Power karya Ary Ginanjar yang sukses spektakuler. Lihat saja nanti, pasti akan lahir lebih banyak buku yang membahas teori-teori atau konsep-konsep populer secara islami. Pasar untuk buku-buku populer bernuansa religius semacam ini pasti makin membengkak dari tahun ke tahun.
Keempat, tema-tema buku yang menguak suatu rahasia atau misteri juga terus menyedot perhatian. Terlebih bila misteri itu sempat menjadi perhatian publik secara luas. Contoh mudahnya yang masuk kategori ini ya The Secretatau Jakarta Undercover. Tapi, contoh lain yang tak kalah menarik adalah larisnya buku Intel-Menguak Tabir Intelijen Indonesia karya Ken Conboy,Membongkar Jamaah Islamiyah karya Nasir, atau sukses buku IPDN Undercover dan IPDN Uncensord keduanya karya Inu Kencana.
Lalu, lihat sukses buku Sukarno File karya Antonie C.A. Dake dan Detik-detik yang Menentukan karya mantan presiden B.J. Habibie. Sampai kapan pun, yang namanya misteri pasti akan menarik perhatian. Makanya, ini bisa jadi petunjuk menarik bagi siapa pun yang ingin sukses dalam penulisan.
Kelima, judul kontroversial tetap saja menarik perhatian, walau tidak menjamin kesuksesan. Mengapa demikian? Ya, karena yang aneh-aneh, yang unik, yang lain daripada biasanya, yang menentang arus, semuanya menarik perhatian kebanyakan orang. Mau bukti? Lihat buku saya Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah! yang sejak terbit tahun 2004 hingga sekarang sudah 12 kali cetak dan kemudian terbit pula edisi khususnya (alias cetakan ke-13). Contoh lain, lihat buku Ternyata Akherat Tidak Kekal karya Agus Mustofa atau Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian karya Valentino Dinsi.
Keenam, cara penyajian yang populer tetap lebih menarik perhatian pembaca pada umumnya ketimbang buku-buku yang disajikan secara ketat atau berstandar ilmiah tinggi. Simak bagaimana masalah-masalah marketing yang serba teoretis jadi enak mengalir bila yang menuliskannya adalah Hermawan Kartajaya yang sukses dengan Marketing in Venus.
Lihat pula bagaimana masalah-masalah keuangan yang serba rumit bisa terasa renyah dibaca bila yang menulis adalah Safir Senduk yang sukses denganSiapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya? dan Buka Usaha Nggak Kaya Percuma. Jangan pula lupa, soal filsafat pendidikan, leadership, dan pembelajaran jadi begitu mudah dicerna ditangan Andrias Harefa dalam karyanya Menjadi Manusia Pembelajar.
Ketujuh, fakta bahwa pendatang baru atau orang yang baru pertama kali menulis buku pun sangat mungkin bisa langsung menjadi penulis bestseller. Ini jelas kabar baik bagi semua penulis yang baru mau menerbitkan buku untuk pertama kalinya. Tidak peduli apakah seorang penulis itu sudah punya nama atau belum, tapi walau baru sekali menerbitkan buku, bisa saja bukunya langsung meledak. Mau contohnya? Kita bisa sebut penulis seperti Ary Ginanjar, Valentino Dinsi, atau Raditya Dika dengan KambingJantan-nya, bahkan Eni Kusuma dengan Anda Luar Biasa!!!-nya.
Kedelapan, penulis ber-mindset ‘penjual’ punya peluang lebih besar dalam menjadikan bukunya bestseller. Simak lagi artikel saya yang berjudul “Menjadi Sales Writer”. Penulis yang berani bekerja keras mempromosikan bukunya, baik dalam bentuk seminar, peluncuran buku, diskusi, talk show, wawancara dengan media, termasuk menjual langsung bukunya, pasti punya kans besar untuk sukses. Orang-orang seperti Ary Ginanjar, Andrie Wongso, Andrias Harefa, Tung Desem Waringin, dan Safir Senduk adalah kategori penulis ber-mindsetpenjual. Terbukti, buku-buku mereka jadi bestseller.
Kesembilan, bahwa iklan, promosi, dan liputan media massa sungguh berperan dalam mendorong sebuah judul buku jadi bestseller. Intinya adalah penampakan (visibility) melalui berbagai instrumen komunikasi massal, bisa lewat iklan, resensi atau pembahasan media, atau bahkan termasuk penampakan di bagian-bagian strategis di toko buku.
Apakah semua buku yang diiklankan, dipromosikan besar-besaranm serta dikupas habis media bisa jadi laris? Tidak juga. Buktinya, lihat saja buku-buku bertema berat yang sering diiklankan di harian Kompas, yang tidak serta merta laris di pasaran. Walau tidak otomatis laris, namun iklan, promosi, atau liputan media massa tetap berpengaruh.
Kesepuluh, distribusi sangat berpengaruh bagi laris tidaknya sebuah buku. Bisa saja bukunya unik, menarik, judulnya kontroversial, iklannya dan promosi juga besar-besaran, namun buku tidak ditemukan di toko mana pun. Ya, sama juga bohong. Makanya, di sinilah peran sentral rantai distribusi dalam mengantarkan produk kepada konsumen akhir. Jika rantai distribusi macet, maka sebesar apa pun potensinya, lupakan mimpi jadi bestseller.
Kesebelas, buku-buku nonfiksi populer relatif lebih bisa diprediksi keberhasilannya ketimbang buku fiksi. Jauh lebih sulit mengkreasikan atau bahkan sekadar meramal akankah sebuah karya fiksi bisa menjadi bestseller. Lihat saja karya-karya fiksi yang menang penghargaan (karena biasanya pasti dianggap bagus dan bermutu) dan kemudian diburu penerbit untuk diterbitkan. Harapan penerbit, pasti karya-karya berkualitas itu bisa laris di pasaran. Makanya, treatment-nya pun pasti berbeda dari buku terbitan yang lainnya, termasuk dalam hal promosi. Tapi, apakah karya fiksi berkualitas itu selalu laris di pasaran? Tampaknya tidak.
Ini beda dengan buku-buku nonfiksi populer yang seirama dengan suatu tren tertentu. Jauh lebih mudah meramal buku Financial Revolution karya Tung Desem Waringin akan sukses di pasaran ketimbang, misalnya, meramal sebuah novel yang menang penghargaan akan mengalami hal serupa. Lebih mudah pula meramal karya Andrias Harefa, Andrie Wongso, dan Safir Senduk akan laris ketimbang karya penulis-penulis fiksi lainnya.
Nah, fakta kesebelas tersebut sekaligus merupakan kabar baik bagi para penulis nonfiksi pada umumnya. Mereka bisa merancang buku sedemikian rupa sehingga potensi untuk jadi bestseller relatif lebih besar. Beberapa variabel yang dibahas di artikel ini pun bisa dijadikan sebagai area kontrol untuk memaksimalkan potensi bestseller.
Jadi, teruslah kreatif dan bersemangat menulis buku. Manfaatkan temuan-temuan di atas untuk merangsang pikiran dalam menemukan ide-ide baru serta meramunya menjadi karya yang berpotensi besar untuk jadi bestseller. Selamat berkarya. Salam bestseller![ez]
* Edy Zaqeus adalah editor Pembelajar.com, trainer SPP, konsultan penulisan dan penerbitan, pendiri Bornrich Publishing dan Fivestar Publishing, dan penulis buku “Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller”. Jangan lewatkan workshopnya bersama Andrias Harefa dengan judul “Cara Gampang Menulis Buku Best-Seller” pada 8-9 Februari 2008 nanti. Info selengkapnya di 021-7828044. Kunjungi pula blog Edy Zaqeus on Writing dihttp://ezonwriting.wordpress.com atau hubungi dia via email:edzaqeus@gmail.com.